TELADAN KEPEMIMPINAN VISIONER TUHAN YESUS
TELADAN
KEPEMIMPINAN VISIONER TUHAN YESUS;
Jawaban Terhadap
Krisis Kepemimpinan dalam Tubuh Gereja
Topik tentang kepemimpinan
sangat menarik untuk diperbincangkan. Menarik untuk diperbincangkan karena tindakan
seseorang dalam hubungannya dengan orang lain merupakan bagian dari
kepemimpinan itu sendiri sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang tanpa sadar
atau dengan sadar ketika membangun relasi dengan orang lain selalu menerapkan
prinsip-prinsip kepemimpinan.
Dewasa ini
banyak orang memperbin-cangkan topik tentang kepemimpinan dan animonya sangat tinggi. Salah satu
buktinya adalah di toko buku banyak beredar buku Kepemimpinan dan laris terjual.
Namun, jauh sebelum orang-orang ramai membicarakannya, Tuhan Yesus telah lebih
dahulu menginspirasikannya dalam Injil. Di bawah ini saya menguraikan sebuah
visi yang diungkapkan oleh Tuhan Yesus dan secara persuasif mengajak murid-murid
untuk melakukannya. Ini terungkap dalam Injil Matius 28:19-20 untuk memahami
Kepemimpinan Visioner demi memperlengkapi seorang pemimpin Kristen mengelola
pelayanan lebih maksimal.
Pengertian Kepemimpinan Visioner
Samuel
Tirtamiharja menyatakan sebagai berikut:
Kepemimpinan
adalah suatu proses untuk membujuk atau memberi contoh dimana seorang pribadi
(pemimpin tim) termasuk sebuah grup mengejar tujuan yang dipegang oleh seorang
pemimpin atau dibagikan antara pemimpin.[1]
Hal ini
menjelaskan bahwa kepemimpinan bukanlah suatu kedudukan atau posisi melainkan
sebuah tanggung jawab yang harus diemban. Salah satu tugas dari seorang
pemimpin adalah bertanggung jawab untuk membujuk orang lain melalui teladannya
demi pencapaian sebuah tujuan. Dengan kata lain Pemimpin memiliki peran yang
sangat penting dalam memajukan sebuah organisasi atau lembaga yang sedang
dipimpinnya.
Sedangkan kata
Visioner berasal dari kata Visi yang dalam KBBI
artinya “Pandangan atau wawasan ke depan atau kemampuan untuk merasakan
sesuatu yang tidak nampak melalui ketajaman penglihatan”.[2]
Dengan kata lain visi adalah kemampuan melihat lebih dari keadaan normal atau
bisa juga dikatakan bahwa visi adalah kemampuan imajinasi seseorang untuk melihat
serta memahami sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. Yakob Tomatala
dalam bukunya Anda Juga Bisa Menjadi
Pemimpin Visioner mengartikan visi sebagai berikut:
Visi adalah
kemampuan untuk melihat keinginan suci yang ditulis oleh Sang Pencipta di dalam
batin (guna menjawab kebutuhan) yang berkaitan erat dengan pemenuhan hidup
seseorang atau setiap individu bagi diri maupun organisasi yang dipimpinnya.[3]
Apa yang
dinyatakan di atas menunjukkan bahwa Allah sebagai sumber dan pemberi visi yang
dilakukan dengan menuliskannya di dalam batin seseorang.[4]
Seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinan diharapkan memiliki
kemampuan lebih untuk menggerakkan organisasi atau lembaga yang sedang
dipimpinnya. Kemampuan lebih yang dimaksud diperolehnya dari Allah yang
memberikan inspirasi untuk menggerakkan organisasi atau lembaga tersebut sesuai
kehendak Allah.
Dari dua
pengertian yang sudah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Kepemimpinan Visioner adalah kemampuan khusus yang diberikan oleh Allah di
dalam batinnya seorang pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi atau lembaga
yang dipimpinnya guna menjawab kebutuhan yang berkaitan erat dengan dirinya
maupun organisasi atau lembaga yang dipimpinnya. Dengan kata lain Kepemimpinan
Visioner adalah paradigma kepemimpinan yang bertolak dari ketergantungan
pemimpin menjalankan tugas kepemimpinan kepada Allah yang mempunyai kepentingan
pelayanan di muka bumi ini. Seorang pemimpin selalu peka terhadap otoritas
kepemimpinan Allah dalam hidupnya dan menjalankan kepemimpinan sesuai dengan
apa yang telah diinspirasikan oleh Allah kepadanya.
Pengaruh Sebuah Visi bagi Kelangsungan Kepemimpinan
Bill Newman
mengatakan bahwa “Visi adalah seperti api unggun di perkemahan, dimana
orang-orang akan berkumpul mengelilinginya, karena di sana ada cahaya, energi,
kehangatan dan kebersamaan”.[5]
Seorang pemimpin yang memiliki visi seperti yang telah digambarkan terlebih
dahulu memiliki pengaruh seperti magnet yang menarik perhatian orang yang
sedang dipimpinnya. Dengan kata lain tanpa visi, fungsi kepemimpinan akan
terhambat. Karena itu, Tomatala mempertegasnya dengan mengatakan bahwa “Visi
dapat dibagi, sehingga menjadi milik semua orang. Visi dapat dihayati oleh
semua orang, dan visi juga dapat memberi manfaat bagi banyak orang.”[6]
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa Kepemimpinan Visioner menggerakkan
orang kepada sebuah fokus yang tajam demi peningkatan kualitas pelayanan dari
sebuah organisasi atau lembaga.
Kajian Biblikal Terhadap Matius 28:18-20 dalam Prespetif
Kepemiminan Visioner
Kajian biblikal yang dimaksudkan dalam
bagian ini hanyalah sebuah kajian yang mengarah kepada topik yang sedang
dibahas sebagai berikut:
1.
Analisis
Teks dan Konteks
Yang dimaksudkan
dengan konteks menurut Yakob Tomatala adalah “Suatu kesatuan atau kumpulan
kalimat di mana di dalamnya terdapat teks”.[7]
Pengertian ini menunjukkan bahwa setiap teks dapat dimengerti kalau tidak
dipisahkan dengan konteksnya. Tomatala memperjelas dengan menyatakan bahwa
“Penggunaan istilah konteks juga menjelaskan tentang sejarah suatu situasi”.[8]
Dengan demikian untuk pemahaman yang lebih jelas penggunaan istilah konteks
haruslah ditempatkan pada arti yang tepat untuk menjelaskan sesuatu secara
tepat.
Matius 28:18-20
memiliki hubungan yang erat dengan ayat 16 dan 17 dalam perikop “Perintah untuk
Memberitakan Injil”. Peristiwa ini terjadi di sebuah bukit dekat Betania
(Matius 28:16; Lukas 24:50) setelah 40 hari kebangkitan Tuhan Yesus dari
kematian. Teks ini juga merupakan bagian terakhir Injil Matius yang secara
keseluruhan ditulis kepada masyarakat Yahudi. Tujuannya adalah untuk
menunjukkan kepada masyarakat Yahudi bahwa Yesus adalah Mesias (Raja yang
diurapi) yang datang untuk menggenapi Kitab Taurat dan nubuat para Nabi. Maksud
kedatangan Tuhan Yesus dicatat oleh Matius dalam Matius 4:23-26 yaitu
memberitakan Injil Kerajaan Allah. Sepanjang pelayanan-Nya di bumi Ia
menunjukkan konsistenan-Nya untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah. Dalam
Matius 28:18-20, Tuhan Yesus menyampaikan pesan kepada murid-murid-Nya untuk
melanjutkan tugas pemberitaan Injil tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa Tuhan Yesus adalah seorang pemimpin yang dalam menjalankan
kepemimpinan-Nya, Ia mempunyai visi yang jelas. Visi ini yang mengarahkan-Nya
dalam pelayanan secara konsisten bahkan Ia membagikan visi ini kepada
murid-murid-Nya untuk melanjutkan setelah kepergian-Nya.
Catatan Lukas
dalam Kitab Kisah Para Rasul 1:3 “Kepada mereka Ia menunjukkan diri-Nya setelah
penderitaan-Nya selesai, dan dengan banyak tanda Ia menunjukkan, bahwa Ia
hidup. Sebab selama empat puluh hari Ia berulang-ulang menampakan diri dan
berbicara kepada mereka tentang Kerajaan Allah.” Hal ini menunjukan bahwa Tuhan
Yesus menganggap penting Injil disebarluaskan. Lukas mengulangi catatan
tersebut dalam Kisah Para Rasul 1:8.
2.
Analisis
Sastra
Dalam bagian ini
perhatian ditujukan secara khusus kepada pernyataan Tuhan Yesus dalam Matius
28:18-20 “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena
itu pergilah, jadikanlah segala bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang
telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa
sampai kepada akhir zaman.” Ada beberapa kata yang dipaparkan yaitu:
3.
Kuasa
Yesus memulainya
dengan memproklamasikan diri-Nya sebagai pemegang kekuasaan baik di sorga
maupun di bumi. Tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi dari kekuasaan yang
dimiliki Tuhan Yesus. Hal ini juga menunjukkan bahwa kekuasaan atau otoritas yang
dimiliki Tuhan Yesus memberikan wewenang untuk menjalankan sebuah Visi yaitu
visi Pemberitaan Injil.
a.
Jadikanlah
Semua Bangsa Murid-Ku
Budi Asali menulis sebuah artikel dalam
situs Internet untuk menjelaskan Matius 28:19-20 sebagai berikut:
Dalam bahasa Yunaninya, ‘jadikan murid’
adalah satu-satunya kata perintah dalam bagian ini. Sedangkan kata-kata
‘pergilah’, ‘baptislah’, dan ‘ajarlah’ merupakan participles (kalau diterjemahkan
ke bahasa Inggris menjadi ‘kata kerja + ing’,
yaitu: going, baptizing, teaching).[9]
Ini menunjukkan bahwa penekanan utama
dari bagian ini adalah ‘menjadikan murid Yesus’. Sedangkan ‘pergi’, ‘membaptis’
dan ‘mengajar’ adalah hal-hal yang harus dilakukan untuk bisa menjadikan murid.
b.
Pergilah
Kata pergilah merupakan kata perintah
yang secara imlisit menuntut ketaatan seseorang kepada yang sedang memberikan
perintah. Salah satu tugas seorang Pemimpin adalah memberikan instruksi kepada
orang yang sedang dipimpinnya. Kata pergi juga menunjukkan bahwa seseorang
tidak hanya menunggu sampai orang akan datang. Kata pergi merupakan perintah
untuk beranjak dari tempat menuju kepada sebuah objek atau tindakan seseorang
untuk mencari.
c.
Baptislah
Yakob Tomatala menjelaskan kata baptis
sebagai “Proses menggerejakan orang yang baru percaya ke dalam jemaat, dengan
tindakan inisiasi pembaptisan sebagai kesaksian kepada dunia tentang
keselamatan … yang telah dialami oleh orang percaya dimaksud”.[10]
Apa yang telah dinyatakan oleh Tomatala dalam kutipan di atas menunjukkan bahwa
untuk menggabungkan orang ke dalam persekutuan dilakukan melalui baptisan.
Salah satu aspek dari kepemimpinan adalah bisa mempengaruhi orang lain.
d.
Ajarlah
Kata ini merupakan kata perintah untuk
mentransfer sesuatu yang berasal dari pikiran kepada orang dengan suatu tujuan
tertentu. Dalam Matius 28:18-20, kata ini merupakan kata perintah pasif.
Sekalipun demikian kata ini memiliki peranan yang besar untuk menggerakan
murid-murid Yesus untuk mengerjakan perintah memberitakan Injil.
e.
Menyertai
kamu senantiasa
Pernyataan
Tuhan Yesus dalam Matius 28:18-20
merupakan pernyataan seorang pemimpin yang sebagai mentor untuk bertanggung
jawab kepada mereka yang sedang dipimpin untuk efektifnya sebuah kegiatan.
Implementasi
Kepemimpinan Visioner dalam Sebuah
Lembaga Kristen
Cakupan kepemimpinan dalam sebuah
lembaga Kristen sangat luas berkaitan dengan berbagai aspek. Berikut adalah
pemaparan kepemimpinan visoner dalam praksis pelayanan untuk memberi jawaban
dalam mempersipkan orang Kristen menjalankan tanggung jawab sebagai murid
Kristus yaitu antara lain:
1.
Pemimpin
sebagai Misionaris
Tuhan Yesus
menyatakan dalam Yohanes 20:21b “Seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga
sekarang Aku mengutus kamu”. Pernyataan
ini membuktikan bahwa Tuhan Yesus adalah seorang Misionaris yang Misioner
(Utusan yang mengutus). Pernyataan itu juga memberikan teladan bahwa Tuhan
Yesus menginginkan tugas pemberitaan Injil terus dilakukan secara
berkesinambungan. Karena itu, seorang Pemimpin dituntut sebagai seorang
misionaris yang dalam menjalankan tugasnya mengutamakan pemberitaan Injil.
Pemimpin dalam lingkup
gerejawi bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan dalam gereja tersebut. Sebagai
Pemimpin jemaat, seorang Pendeta mempunyai tugas untuk menggerakkan seluruh
komponen dalam gereja (Pengerja, Majelis Jemaat, seluruh Jemaat) untuk
menjalankan visi pemberitaan Injil disamping tugas-tugas yang lain. Young G.
Chai menulis dalam bukunya Jemaat Rumah;
Penggembalaan Bersama dengan Orang Awam sebagai berikut:
Semangat
Penginjilan yang berkobar-kobar bukan berarti Pendeta harus menjadi orang yang
mengedarkan traktat penginjilan kepada semua orang. Bukan berarti dia juga
harus mendorong orang-orang supaya datang ke gereja dengan cara kunjungan ke
setiap rumah. Memang hal seperti ini bisa menjadi pernyataan bahwa dia
mempunyai semangat penginjilan. Tetapi bukan hanya itu saja yang merupakan
semangat penginjilan.[11]
Apa
yang dinyatakan Chai pada kutipan di atas menunjukkan bahwa pemimpin jemaat
tidak secara langsung menangani semua kegiatan pemberitaan Injil tetapi
memberikan wewenang kepada jemaat untuk menjalankannya. Chai mempertegas dengan
menyatakan bahwa “Saya sendiri menggembalakan dengan tujuan menyelamatkan jiwa.
Saya menekankan pentingnya penginjilan kepada jemaat secara terus menerus.”[12]
Hal ini menunjukkan bahwa seorang Pemimpin disamping sebagai seorang pemberita
Injil juga menggerakkan orang lain untuk melakukannya sehingga efektif dan
melibatkan banyak orang dalam pelaksanaannya.
2.
Pemimpin
sebagai Pengajar
Salah satu tugas
dari seorang pemimpin adalah menuntun orang yang dipimpinnya untuk dapat
mengerjakan sesuatu secara efektif. Tugas ini dapat dilakukan dengan efektif
melalui pengajaran. Dengan mengajar seorang pemimpin dapat mentransfer ilmu
yang dimilikinya kepada mereka yang sedang dipimpin. Dengan demikian fungsi
pengajaran dalam lingkup pelayanan diperhatikan oleh seorang pemimpin.
3.
Pemimpin
sebagai Mentor
Dalam
lingkup pelayanan, pemimpin sebagai mentor sangat dibutuhkan. Efektifnya sebuah
pengajaran sangat ditentukan dari bimbingan seorang pemimpin kepada mereka yang
sedang dipimpinnya. Pengaruh mentor bagi orang yang sedang dimentoring sangat
kuat. Seorang pemimpin bertanggung jawab atas karakter orang yang sedang
dipimpinnya karena tugas pemimpin sebagai pembimbing.
John
Maxwell meyatakan bahwa “Tidak ada orang yang menjadi pemimpin hebat yang ingin
melakukan segalanya sendirian atau meraih semua pujian karena telah
melakukannya.”[13]
Pernyataan ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Yakob Tomatala bahwa
“Keberhasilan pemimpin dinilai dari keberhasilan orang-orang yang dipimpinnya,
termasuk kemajuan, perkembangan, atau pertumbuhan mereka di bawah
kepemimpinannya.”[14]
Kedua pernyataan di atas menunjukkan bahwa kepemimpinan bukanlah dibangun di
atas otoritas tetapi di bangun di atas hubungan pemimpin dan orang yang sedang
dipimpin. Dengan demikian mentoring sangat efektif dalam membangun hubungan
yang dimaksud.
4.
Pemimpin
sebagai Multiplikator
Seorang
pemimpin memiliki kemampuan lebih untuk dapat membimbing orang yang dipimpinnya
dapat mengerjakan apa yang merupakan tanggung jawabnya. Hal tersebut bisa
dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada orang yang sedang dipimpin untuk
mengembangkan kemampuannya. Samuel H. Tirtamihardja menyatakan bahwa
“Oraganisasi akan bertumbuh sesuai pertumbuhan kemampuan pemimpinnya dan tidak
dapat melampaui batas kemampuan pemimpin.”[15]
Hal ini menunjukkan bahwa pelipatgandaan atau multiplikasi sangat ditentukan
dari kemampuan pemimpin tersebut untuk dapat mengembangkan diri dan
mengembangkan orang yang sedang dipimpinnya.
Jadi, pemimpin yang bijaksana akan menolong pemimpin yang lain untuk
berkembang dengan sebuah paradigma menjalankan visi yang telah dikomunikasikan
dari awal.
Kiranya
tulisan ini bermanfaat bagi siapa saya yang rindu untuk melayani dengan
kemampuan maksimal (mengembangkan diri dan taat menjalankan apa yang telah
dimandatkan kepadanya di atas pundaknya).
Salam
dan doa,
Apri Laiskodat
[1]Samuel
H. Tirtamihardja, Pemimpin adalah Pemimpi, Jakarta, YASKI, 2003, hal.
xiv
[2]Tim
Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002,
hal.
[3]Yakob
Tomatala, Anda Juga Bisa Menjadi Pemimpin Visioner, Jakarta: YT
Leadership Foundation, 2005, hal. 23.
[4]Ibid.
[5]Ibid.,
hal. 43.
[6]Ibid.
[7]Yakob
Tomatala, Penginjilan Masa Kini Jilid 1, Malang: Gandum Mas, 2002, hal.
63.
[8]Ibid.
[10]Yakob
Tomatala, Teologi Misi, Jakarta: YT Leadership Foundations, 2003, hal.
192.
[11]Young
G. Chai, Jemaat Rumah; Pengembalaan Bersama dengan Orang Awam, Jakarta:
Gloria Cipta Grafika, 2005, hal. 150.
[12]Ibid.,
hal. 152.
[13]John
C. Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan di Sekeliling Anda, Jakarta:
Mitra Media, 2001, hal. 183.
[14]Yakob
Tomatala, Penatalayanan Gereja yang Efektif di Dunia Modern, Malang:
Gandum Mas, 2001, hal. 52.
[15]Samuel
H. Tirtamihardja, Loc. Cit., hal. xv.
Komentar
salam damai sejastra!
saya sangat c'7 dgn isi posting anda disana sudah dipaparkan cukup jelas mengenai kepemimpinan yg patut diteladani,,mungkin saya dlm hal ini salah kaprah barang x tolong dimaklumi sbb saya masih awam mengenai ajaran agama Kristen.
saudaraku!! dikesempatan ini saya sangat ingin memahami lebih jauh dari makna atas Babtisan yg begitu dipertahankan oleh seorg Nasarani/Kristen/pengikut Kristus yg telah di bahas pada point;
c. Baptislah Yakob Tomatala menjelaskan kata baptis sebagai “Proses menggerejakan orang yang baru percaya ke dalam jemaat, dengan tindakan inisiasi pembaptisan sebagai kesaksian kepada dunia tentang keselamatan … yang telah dialami oleh orang percaya dimaksud”. [10] Apa yang telah dinyatakan oleh Tomatala dalam kutipan di atas menunjukkan bahwa untuk menggabungkan orang ke dalam persekutuan dilakukan melalui baptisan. Salah satu aspek dari kepemimpinan adalah bisa mempengaruhi orang lain.-----agar saya lebih jelas lagi tentang arti Babtisan secara Alkitabiah.. trimakasi saudaraku Apri GbU
saya sangat senang saudara membaca tulisan saya dan memberi respon atas apa yang saudara baca. memang kalau kita bicara tentang baptisan, ini merupakan hal yang sangat sensitif diantara beberapa denominasi gereja. menurut saya, apa yang dinyatakan oleh Yakob Tomata itu sangat esensial yang saya maksudkan adalah sesuai ajaran alkitab. Beliau menyatakan bahwa "baptisan adalah tindakan korporasi atau tindakan memasukan orang ke dalam persekutuan". banyak orang menekankan bahwa baptisan adalah sebagai syarat dari keselamatan dan inilah yang menjadi pertentangannya. saya tidak ingin untuk membuat pertentangan di sini tetapi memberikan sebuah bukti tentang perintah yang diberikan oleh Tuhan Yesus dan mempengaruhi orang lain untuk melakukannya setelah kepergian-Nya.
Setiap orang yang telah menyatakan iman percaya kepada Yesus kiranya mengambil bagian dalam Baptisan sebagai bukti bahwa dirinya adalah bagian dari anggota gereja atau anggota tubuh Kristus. bagi saya cara baptisan itu bukan menjadi persoalan ini hanya hal praktisnya. esensinya adalah menyatakan percaya kepada Yesus dan membuktikan pernyataan itu dengan hidup bergantung kepada Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Jurus'lamat.
ini respon saya kiranya memberikan sedikit gambaran atas pertanyaan saudara. Tuhan Yesus memberkati.